Friday, September 21, 2012

Dua Penduduk Bumi.




Kala itu selayaknya senja yang biasa di musim semi. Kau datang kembali ke bangku taman itu. Tempat yang entah sejak kapan selalu rutin kita kunjungi setiap Sabtu sore pukul lima. Aku tersenyum padamu dari kejauhan. Rupanya minus di mata kanan-kiriku masih berkompromi dengan baik untuk mengenalimu dari jarak lebih dari dua meter. Jarak yang seharusnya telah melampaui limit pandanganku, yang sayangnya tidak berlaku untuk mengenalimu dari jauh.

Senja kali ini seperti senja biasa di musim semi. Temperatur udara ku prediksikan tak kurang dari 20 derajat. Suhu yang cukup hangat sebenarnya. Namun tetap saja kau berpakaian perang lengkap, jaket tebal dan syal abu-abu kotak. Kau lalu menatapku seraya berkata "Aku tahu.. Aku tahu.. walaupun hari ini cuaca cukup hangat, dan sebagai warga Eropa seharusnya aku sudah terbiasa dengan udara negeri empat musim, tapi tanyakan saja pertanyaanmu kepada metabolisme tubuhku. Dia tahu segalanya"

Aku tertawa keras sekali kala itu. Terkadang memang semudah itu berbicara denganmu. Tak perlu aku susah payah mengutarakannya, kau sudah mampu membacanya lebih dulu.

"Jadi ada berita apa hari ini?" untuk kali ini, meskipun kau juga sudah bisa menebaknya, setidaknya biarkan ini diungkapkan. Rasa-rasanya aku akan gila jika senja yang berharga ini hanya dihabiskan dengan saling membaca pikiran, membaui perasaanmu, atau menangkap isyarat kerutan dahi.

"Tidak ada yang luar biasa, kecuali bertemu denganmu" jawabmu tenang. Seperti biasa.

"Oh demi Tuhan.. Berhentilah menggombal! Sudah berapa kali ku katakan, jika satu-satunya cara membawaku terbang ke angkasa hanya bermodal pesawat ulang-alik, bukan rayuan!"

"Oke.. Oke.. dan entah kenapa Tuhan menciptakan wanita seberharga ini tapi kehilangan cita rasa romantismenya" sangkalmu kemudian.

"Jadi, kau akan membagi ceritamu hari ini atau tidak? Karena jika tidak, aku pikir segelas kopi hangat di cafe depan gereja sana sepertinya lebih menarik"

"Kamu boleh berpikir aku gila. Tapi ada satu pertanyaan yang benar-benar mengganggu" katamu kemudian dengan nada bicara agak lebih serius dari sebelumnya.

"Semoga bukan sesuatu yang berhubungan dengan genetika atau hal-hal mikro lainnya. Sungguh, bahkan bapak Hippocrates pun butuh mengistirahatkan pikirannya.." 

"Kau tahu berapa jumlah penduduk di negaramu?" tanyamu kemudian.

"Mungkin sekitar 240 juta jiwa. Ada apa?"

"..dan kau tahu berapa jumlah penduduk di negaraku? Kurang dari 11 juta jiwa saja" jelasmu kemudian.

"Lalu? Apa yang sebenarnya ingin kau sampaikan?" 

"Lalu.. berapa jumlah wargamu dan wargaku yang berada di kota ini?" tanyamu lagi seolah tidak menangkap rasa penasaranku.

"Apa kita perlu ke kantor catatan kependudukan sekarang untuk memastikan?" tanyaku balik setengah tidak sabar.

"Lalu apa jawabanmu sayang, ketika pertanyaan ini ditanyakan padamu: di segala kemungkinan peristiwa di dunia ini yang amat random, alasan logis apa yang mampu menjelaskan perihal mengapa kita dipertemukan?"

Aku menatapmu lama.
Sama lamanya seperti kau menatapku.
Lalu detik berikutnya kita berdua sepakat, untuk kali ini secangkir kopi di cafe depan gereja sana lebih menarik.
read more “Dua Penduduk Bumi.”