Wednesday, September 30, 2009

Bantu Saya, Agar Tidak Mati


Maaf, jika kali ini dan mungkin lagi, saya membawa sedikit aura yang tidak bersahabat. aura yang sedikit kelam dan menyedihkan.

bukan senang mengumbar bagian cerita hidup yang pahit maka saya lantas menulis cerita ini sekarang. sama sekali tidak! Jika saya boleh sedikit berbangga hati, saya tidak pernah kurang mendapatkan perhatian. saya begitu bersyukur bahwa di tengah gejolak hidup yang selalu menyeret saya pada pilihan "berjuang atau mati", rasa sayang dan menguatkan selalu saya dapatkan dari teman-teman yang ketulusan mereka untuk bersahabat tidak perlu diragukan lagi. hanya saja, kali ini rasa perhatian mereka belum sepenuhnya bekerja untuk menghilangkan sedikit sesak di hati. Sesak yang terjadi atas nama "pengkhianatan". Dan berharap besar, ketika saya-orang-yang-seharusnya-bertipe-kholeris-namun-kali-ini-harus-menerima-bahwa-saya-juga-bisa-merasakan-menjadi-orang-sanguinis, bisa sedikit merasa lega setelah menumpahkan beberapa kata di sini.

Ya. Kembali kepada kata "pengkhianatan".

satu kata di atas, saya sangat yakin bahwa kita semua telah mengerti secara pasti apa maknanya. satu kata yang jika disebutkan akan selalu menggiring kita pada suatu perbuatan yang tidak baik atau jahat. satu kata yang jika dilakukan akan memberikan dampak sakit yang mungkin entah bagaimana menawarnya. atau satu kata di atas yang mungkin juga bisa membenarkan seseorang untuk melakukan tuntutan balik atas apa yang ditinggalkan oleh kata itu. dan entah makna lainnya dari kata "pengkhianatan" yang pada akhirnya akan bermuara pada satu kesimpulan yaitu: perbuatan yang tidak benar.

Saya, Anda dan Kalian semua, tentunya tidak akan pernah meminta jalan hidup untuk merasakan pengkhianatan, baik hidup sebagai pengkhianat atau terlebih yang dikhianati. karena sesungguhnya tidak ada kebaikan apapun itu dari bagian cerita hidup yang ini. Saya, Anda, dan Kalian semua, pun tak akan pernah meminta jalan hidup akan dikhianati dengan begitu sempurna oleh orang yang notabene sangat dekat dengan Saya, Anda atau Kalian semua. Karena jika hal ini terjadi, maka terlalu luar biasa sakit yang ditinggalkannya dan terlalu berbahaya untuk orang-orang berlabel kholeris. Ya. Orang kholeris yang cenderung merasa dirinya selalu memiliki kekuatan penuh akan mampu menembakkan serangan bertubi-tubi pada sang pengkhianat untuk menuntut balas atas apa yang telah ditanamkannya. Dan jika begini tentunya "dunia tidak lagi damai", namun suka atau tidak suka begitulah memang efek dari "pengkhianatan".

Kemudian seperti apa saya memandang "pengkhianatan" dalam hidup?

Katakan saja, bahwa saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang hidup di muka bumi ini yang harus memiliki bagian cerita hidup yang bernama "pengkhianatan". Dan begitu luar biasanya, ketika pengkhianatan itu justru datang dari orang yang paling saya percayai. orang yang paling saya kasihi. dan orang yang begitu banyak memberikan pelajaran berharga dalam hidup saya. yang sialnya saya lupa dengan aturan bahwa orang yang terdekat dengan kita adalah orang yang paling mungkin melukai kita sedemikian hebat. Sehingga ketika kata "pengkhianatan" itu menghampiri, jelaslah sudah saya begitu limbung tidak percaya dan sesak di hati.

Mungkin Anda atau Kalian semua berpikir, jangan-jangan saya saja yang terlalu melebih-lebihkan perbuatannya atau mungkin saya juga yang begitu mudah menaruh label "pengkhianat" padanya sehingga saya memiliki cerita yang begitu dramatis seperti sekarang ini dan merasakan efek limbung yang hebat. Tolong tahan sebentar pemikiran Anda dan Kalian semua, tunggu sebentar hingga saya menceritakannya sampai akhir.

Dia. Orang yang sangat saya kenal dengan baik. Orang yang saya dampingi dengan kasih yang tulus. Orang yang saya ikuti dengan rasa percaya yang tinggi. Orang yang saya dengarkan kata-katanya dengan baik. Baru saja melemparkan saya ke tempat amarah tingkat tinggi.

Dia membalikkan semua janji-janjinya. Dia tidak lagi menggenggam kata-katanya. Dia menjilat ludahnya sendiri. Dia melukai sendiri arti dan makna dari cinta yang luar biasa yang pernah ia konsepkan sendiri. Dan dia melakukannya. Tidak lagi menjaga hati. namun justru Membagi Hati.

dan sepertinya tidak cukup baginya kesempatan kedua, ketiga, keempat dan seterusnya, untuk memberikan kelonggaran baginya agar segera kembali pada jalannya yang dulu. Jalan yang membuat saya tetap teguh mendampinginya dengan kasih yang tulus. Semakin ingin saya membuatnya tetap terbingkai sebagai orang yang baik, semakin banyak pula bukti yang kemudian menghanguskannya. Semakin ingin saya tetap teguh untuk mempercayai segala janjinya, semakin besar pula kebohongan yang saya terima.

Saya Sakit. Tidak cuma sekali. Namun berkali-kali. Dan karena saya orang kholeris. Saya masih bangkit untuk menariknya kembali. Mungkin inilah kelemahan orang kholeris, tidak dapat membedakan mana hal yang patut diperjuangkan, dan mana yang tidak. Lalu apa yang kemudian saya dapatkan dari perjuangan itu? Saya Sakit (lagi).

Tidak ada lagi kini saya lihat di hatinya untuk menjaga hati saya. Tidak ada lagi sepertinya ingatannya tentang memenuhi janjinya pada saya. Tidak ada lagi sepertinya pikirannya untuk kembali lagi memberikan rasa nyaman yang saya sukai. Entah karena ada hati lain yang baru. Atau memang sudah sampai di sini saja garis cerita saya dan dia.

Kini, tangis tidak lagi bisa merefleksikan apa yang saya rasakan. Semua lebur menjadi satu ketika sedikit demi sedikit perbuatannya mulai mengikis janjinya pada saya.

Pergilah. Jika memang itu pilihannya. Pergilah jika hati yang baru lebih menarik. Tapi tolong, saya hanya ingin dihapuskan ingatan bahwa saya dulu pernah dininabobokan dengan janji yang luar biasa. Tolong, berikan saya hati yang baru. Agar esok saya tidak mati rasa, mampu memaafkannya, dan mampu mempercayai arti cinta yang tulus sebenar-benarnya.

Ya. Bantu saya, agar tidak mati rasa.
read more “Bantu Saya, Agar Tidak Mati”

Saturday, September 26, 2009

Berawal Dari Perempuan


Tergelitik ketika melihat iklan sebuah produk kecantikan di televisi. Iklan yang salah satu tag line-nya adalah "Kekuatan Suatu Bangsa Berawal dari Perempuan".

Yup. Saya sangat setuju. Bukan karena saya perempuan ya. Lantas kemudian mengagungkan tag line tersebut dan mengesampingkan para pria. Tidak! Tidak! hanya saja kata-kata itu tepat adanya.

Kenapa? Mari kita sedikit menyelami analisis saya yang mungkin super ngawur ini ^^

Kita semua sudah sangat mahfum, bahwa perempuan diberi kodrat untuk mengandung dan dari rahim mereka pula lah, putra putri anak cucu Adam dilahirkan. Tidak mudah sama sekali memang ketika dalam masa mengandung. Setidaknya itu yang saya ketahui dari ibu-ibu hamil yang saya kenal. Mereka harus begitu konsen dengan apa yang mereka lakukan dan memastikan bahwa apa yang mereka usahakan telah mampu memenuhi kebutuhan Ibu dan sang calon bayi. Tentunya dalam hal ini sang Ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup agar dapat memberkan yang terbaik.

Tentang nutrisi, sang Ibu setidaknya harus mendapatkan asupan minimal 2500 kalori setiap hari, dengan kebutuhan protein 85 g/hari, kalsium 1,5 g/hari, zat besi 30 mg/hari, asam folat 0,4 mg/hari, plus ditambah vitamin-vitamin lainnya. Ibu pun harus mengetahui dengan cermat bagaimana pola hidup yang sehat. kebutuhan tidur, olahraga, bekerja, baik itu dari trimester pertama hingga ketiga, sehingga harapannya dapat memberikan kesehatan fisik yang baik terhadap sang bayi. Salah sedikit saja, mungkin dapat membahayakan keduanya.

Lalu bagaimana dengan kesehatan psikis sang bayi?

Sudah tidak asing bagi kita semua, jika banyak kegiatan baik yang dapat merangsang sistem saraf motorik bayi. Mendengarkan musik klasik, gerakan mengelus tanda sayang dari sang Ibu, atau kegiatan Ibu yang membacakan cerita dan mengajak ngobrol si jabang bayi semuanya dilakukan agar anaknya kelak memiliki kepekaan terhadap lingkungan, kecerdasan emosional dan kecerdasan intelegensi yang baik.

Saya jadi teringat ketika melihat seorang Ibu yang mulai mengenalkan TUHAN pada sang anak ketika masih berada dalam kandungan. Tidak jarang Ibu itu menceritakan kisah para nabi dan rasul, kemudian setiap akan melakukan sesuatu, Ibu senantiasa mengajak berbicara si bayi untuk berdoa terlebih dahulu. Dan yang luar biasanya adalah sang bayi memberikan respon menyerupai gerakan "menendang" perut Ibunya. ya ya ya! sepertinya bayi itu mulai mengerti maksud Ibunya. Saya yang melihat hanya bisa terpana takjub sambil berdoa dalam hati agar kelak anaknya dapat menjadi pribadi yang akan selalu berjalan ke arahNYA. Jika begini adanya, maka benar adanya pepatah yang mengatakan "ilmu itu dapat dikejar sejak dalam rahim hingga liang lahat".

Sekali lagi saya sangat bersyukur karena diberi kesempatan untuk menyaksikan "keajaiban-keajaiban" dari Ibu dan Anaknya. Memang, ternyata ada hasil yang berbeda dari perjuangan Ibu yang "sangat konsen" dengan pendidikan anaknya dan perjuangan Ibu yang mungkin "kurang begitu konsen" terhadap pendidikan anaknya. Tidak usah dilihat dari hal yang besar seperti pola pikir atau semacamnya, tapi hal kecil seperti: mengucapkan salam ketika masuk rumah, berkata terimakasih ketika dibantu atau diberikan sesuatu, membaca doa sebelum melakukan sesuatu, berkata maaf ketika berbuat salah, hal-hal kecil inilah yang kemudian menjadi cikal bakal dari "kecerdasan emosional" yang kita tahu itu sangat mahal harganya.

Dan jika bukan karena kerja keras Ibu, maka bagaimana hal itu dapat tercapai?

Mungkin, saya adalah orang yang berpikiran masih cukup kolot. Masih meyakini bahwa lembaga pendidikan yang paling dasar dan utama dari keluarga. Lingkungan, Lembaga Pendidikan resmi, teman-teman ataupun pengalaman hidup, saya pikir hanyalah unsur penambah dan penguat dari "ilmu dasar" yang diperoleh dalam keluarga. Dan dengan ilmu itulah, kelak para putra-putri ini yang kemudian memiliki tanggung jawab besar. Generasi Penerus Bangsa. Jika benar mereka dididik, maka hampir besar kemungkinannya mereka akan menjadi "orang yang benar" pula.

Jadi, apakah kekuatan suatu bangsa berawal dari perempuan? saya masih dengan lantang menjawabnya "IYA!" ^^
read more “Berawal Dari Perempuan”

Friday, September 25, 2009

Hadiah Lebaran Tuhan


Bulan itu telah meninggalkanku. Meninggalkanmu. Meninggalkan kita semua.

Baru kemarin rasanya begitu banyak ritual pagi dan malam hari yang dilakukan untuk bermunajat kepadaNYA. ritual yang jika benar dilakukan maka kedekatannya padaNYA seperti hanya sejengkal saja. dan tentunya untuk berjalan ke arah sana, tidak akan pernah mudah sama sekali. Ya. Kemenangan di bulan itu sesungguhnya susah diraih.

Terlempar akan ingatanku tentang coletahan sepupu kecil yang menginginkan hadiah tertentu jika puasanya penuh selama bulan ramadhan kali ini. Ya. Tradisi lama untuk memberikan iming-iming kepada buah hati agar tertarik untuk belajar berpuasa. Baju baru lah. Sepeda baru lah. Jalan-jalan ke tempat eyang. Ahh..sepertinya sepupu kecilku itu punya banyak permintaan sebagai hadiahnya. Namun tak apa, membahagiakannya atas prestasi yang dicapainya kali ini, dapat diberikan batas toleransi yang sedikit lebih lebar dibanding biasanya.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang mungkin secara finansial berada dalam kondisi kurang beruntung di luar sana. Apa yang mereka inginkan di penghujung bulan itu? Baju Baru? Kue Lebaran? Atau sesuatu yang kasat mata? Keberkahan sesungguhnya?

Sepertinya mereka bahkan tidak perlu meminta. Karena Tuhan telah menggariskan bahwa bulan itu adalah berkah untuk mereka. Beberapa kewajiban baik di bulan itu memang dikhususkan untuk mereka. Atas nama berbagi. Maka berharap bahagia akan dirasakan bersama. Yang memberi dan menerima.

Dan tahukah kalian? bulan itu memang selalu menyisakan cerita yang luar biasa. Entah kenapa sepertinya roda hidup berputar dalam jalur yang lebih harmonis. Ya. Atas nama sedang berpuasa maka kemarahan akan teredam, tangis akan tertunda, benci akan melamur, dan sakit akan terlebur. Karena jika tidak, maka esensi puasa hanya terbatas pada menahan lapar dan haus. dan sesungguhnya bukan sedangkal itu kan entitas berpuasa?

Dan baiklah. Mari bercerita tentangku sekarang.

Apa yang kemudian aku inginkan pada bulan yang luar biasa itu.

Aku ingin.. Hati Yang Baru.

Hati yang mampu melanjutkan hidup dengan kepala tegak. kaki yang tidak lagi pincang, dan luka yang sudah tertambal. Berharap tidak ada lagi umpatan kekecewaan tentang tuntutan atas janji-janjinya, marah atas ketidakadilan akan konsep cinta yang tulus atau perjuangan tanpa batas. Tidak! Tidak! Sudah cukup semuanya kemarin sayang... Aku ingin kembali berdiri tegak dan memenangkan atas perang melawan sesuatu yang paling aku sayangi. Lelah mu untuk menabuh genderang perang, sama lelahnya seperti aku mendengar suara gemuruhnya. Sudahlah sayang.. mari kita memulai semuanya dengan hati yang baru. Aku berjanji akan menepiskan segala benciku padamu. dan berjanji akan menarik sedikit demi sedikit segala tuntutan padamu, agar kau segera bebas dari cap sebagai makhluk Adam yang tak berhati yang suka menyakiti.

Dan apa kata Tuhan mendengar pintaku yang ini dan pintaku lainnya?

Hmm....maafkan kawan, aku tidak akan membaginya di sini ^^

Yang aku tahu, bersyukur padaNYA setiap detikpun tidak akan pernah cukup.


[Tuhan, terimakasih....]


******



-Untuk para kawanku, Selamat Idul Fitri 1430 H. Mohon Maaf Lahir Bathin. Semoga KeberkahanNYA akan selalu menemani mu setiap langkah-
read more “Hadiah Lebaran Tuhan”

Tuesday, September 15, 2009

Menanti Dering


“Apa kabarmu?” sapa seseorang sahabat pada wanita yang setiap harinya selalu menampakkan wajah tegar itu.

“Aku? Tidak ada yang berarti. Hidupku terlalu luar biasa normal. Ada apa gerangan? Firasatmu aneh kah?”

“Tidak. Tidak. Aku hanya begitu lama terlalu jauh darimu. Gedung itu terlalu menyita semua waktuku. Hingga tidak ada lagi kata-kata mu yang biasa aku dengar”

“Bukan salahmu. Aku memang sengaja menghilang. Bukan karena membencimu. Tapi aku sedang menyembuhkan luka. Luka yang masih mengoyak sebagian hatiku. Melamurkan mataku dengan butiran tangisan. Dan memincangkan langkahku ketika harus berjalan sendiri”

“Masihkah cerita tentangnya?” Kata sahabat itu dengan nada agak tinggi.

Wanita itu terdiam.

“Oh, ‘Cmon.. Harus berapa waktu yang kamu perlukan untuk menghilangkan dia dari pikiranmu? Tidak cukupkah kenangan buruk tentangnya sehingga menjadi alasan untuk berhenti mencintainya?”

“Tidak semudah itu”

“Ya, memang harusnya mudah. Engkau saja yang kemudian tak ingin kehilangan kenangan baik tentangnya kan? Engkau juga yang tidak ingin cap “mudah melupakan” menempel di dirimu, kan? Lalu untuk apa, darling? Sampai kapan kamu akan begini?”

“Aku masih memiliki keyakinan bahwa dia akan datang dan kembali padaku. Untuk sekali lagi.”

“Ya. Untuk sekali lagi menyakitimu. Tidak! Tidak! Just wake up! Berhentilah mencintainya dan lanjutkan hidupmu tanpa pernah lagi bersandiwara bahwa selama ini kau baik-baik saja”.

“Kamu tidak tahu apa yang aku rasakan. Sudahlah.”

“Itu kalimat yang benar-benar menyinggung ku, darling.. Kamu pastinya masih ingat bagaimana si Mawar Merah itu meninggalkan ku?”

Wanita itu lagi-lagi terdiam. Ya. Mana mungkin dia lupa. Ketika dia mendapati sesosok sahabatnya berjuang mati-matian menyelamatkan hati yang sudah terlanjur tercerai-berai.

Waktu itu dia tidak mengerti persis bagaimana rasanya. Yang dia lihat bahwa kehilangan itu sepertinya sakit. Dan berat. Namun waktu itu, tak ada sesuatu pun yang dapat dia lakukan untuk membantu sahabatnya. Karena dia tidak mengenal cinta dan peraturan di dalamnya.

Dan kini… Setelah pemuda yang dianggapnya sebagai Pangeran Berkuda Putih itu meninggalkannya. Semua nampak jelas.

Rasanya. Sakitnya. Marahnya. Kecewanya.

“Lalu apa rencanamu selanjutnya? Hanya diam meratapi sambil terus menahan isak tangis?”

“Sudahlah. Tidak usah dibahas lagi. Aku bahkan berada di sebuah titik yang aku tidak tahu lagi, apakah kini mencintainya adalah suatu hal yang benar atau salah. Mungkin aku akan tetap menunggu namanya yang tiba-tiba muncul di layar handphone ku dan bertanya kabarku, menunggu dia merasa bahwa meninggalkanku adalah sebuah kesalahan, atau menunggu keajaiban lain datang dengan sendirinya”

“Tidak bisakah kau berhenti? Please… jangan menyakiti mu lebih dari ini”

“Sstttt…. Kamu dilarang berkomentar untuk hal ini. Biarkan aku melakukannya lagi. Menunggunya.” Kata wanita itu sambil tersenyum.

Lama mereka terdiam kembali.

Sang sahabat nampak sedang berpikir serius.

“Oke! Kalau begitu lakukanlah jika memang itu sebagai bentuk kesetiaan mu pada cinta. Walaupun sebenarnya aku sudah mulai melihat kebutaan pada mata cintamu. Tapi aku bisa bilang apa, selain aku masih punya pundak untuk berbagi jika memang suatu saat kau sudah lelah untuk menunggunya. Istirahatlah di sini sejenak.”

Wanita itu tersenyum.


*****
read more “Menanti Dering”

Thursday, September 10, 2009

Pemuda Berpuisi


Selamat pagi bapak dan ibu sekalian. Mohon maaf jika kehadiran kami mengganggu perjalanan Anda sekalian. Kami hanya ingin sedikit menghibur perjalanan Anda dengan beberapa bait syair yang merupakan buah karya kami sendiri”.

Kemudian, berlantunlah pemuda berusia tanggung itu dengan puisi yang berisikan tentang getirnya kehidupan…

Dan seperti biasa, pada akhir puisi, sang pemuda menawarkan sebuah kantong plastik bekas permen untuk diisi beberapa nilai rupiah. Pengalaman yang sudah teramat sangat biasa bukan? Apalagi untuk kehidupan di kota sebesar Jakarta. Ya, setiap orang berlomba-lomba untuk mencari rupiah dengan segala cara.

Aku. Pada saat itu sedang asyik bercengkrama dengan kawan di sebelahku tentang beberapa hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Dari sudut mataku, kulihat sang pemuda berpuisi itu berjalan menghampiri, dengan tetap sebuah kantung plastik bekas permen itu di tangan sebelah kanannya.

Aku. Mengangguk sambil memberikan sedikit senyuman, bernada “Maaf Mas, saya belum bisa turut mengisi kantung plastik itu dengan beberapa rupiah”. Lalu, entah kecewa padaku atau pada seluruh penghuni metro mini itu, dia melenggang pergi sambil setengah berteriak dengan nada marah “Masih hidup ya Kapitalis hari ini”.

Diam. Ya, aku hanya terdiam tanpa bisa berkata apa-apa. Sedikit tersindir. Sedikit marah. Dan sedikit juga rasa cuek bebek dengan omongan si pemuda berpuisi itu.

Oke, mungkin memang aku salah, karena aku tidak membagi sebagian rejekiku padanya. Tapi hatiku tidak bisa diajak berkompromi ketika aku melihat kondisi si pemuda berpuisi itu. Secara fisik dia masih muda dan sehat. Menurutku untuk seusianya itu adalah masa usia produktif. Dia bisa melakukan pekerjaan lain selain (maaf) mengemis. Dia bisa jadi apa saja, dan dia aku pikir masih cukup kuat untuk melakukan pekerjaan berat sekalipun. Yaa. Aku tahu, bahwa aku tidak boleh men-judge begitu saja tentang usahanya mencari kerja. Hampir dapat dipastikan bahwa jika aku mendebatnya tentang soal pekerjaan, si pemuda itu akan menjawab “Ya saya tidak akan meminta-minta kalau saya punya pekerjaan lainnya”.

Jawaban yang tipe begitulah yang lantas membuatku tambah miris. Oke, aku akui bahwa mencari pekerjaan di jaman sekarang sangat amat tidak mudah. Bahkan untuk orang yang telah mengantongi berlembar-lembar ijazah sekalipun. Namun itu tidak lantas dijadikan excuse bahwa kita dalam kondisi normal dan sehat diperbolehkan untuk meletakkan tangan di bawah. Ya! Masih banyak jalan untuk menuju ke kehidupan yang lebih mulia.

Bukankah Tuhan sendiri yang telah menjamin untuk memberikan rejeki pada makhlukNYA?

Tuhan berkata: jika semut, makhluk yang kecil itu Aku berikan rejeki, maka tentunya kalian hambaKU akan kuberikan rejeki juga.

Tinggal bagaimana saja keuletan dan kesabaran kita saja berusaha.

Oke, maaf kiranya jika aku mengulasnya dengan bahasan yang seolah-olah begitu mudah. Tapi ya sesungguhnya tidak ada yang sedemikian sulit tentang urusan di dunia ini jika bukan kita sendiri yang membuatnya rumit kan? Pun ketika rumit benar-benar menghadang, yakinlah bahwa DIA, sang penggenggam kehidupan akan memberikan yang terbaik.

Setidaknya itu yang aku coba yakini ketika hidup harus berjalan di jalan terjal dan berbatu.

Ya. Hidup memang tidak pernah mudah. Itu yang kira-kira aku dapatkan selama ini. Jangan ditanya berapa banyak pelajarannya. Semoga semuanya sukses menempaku menjadi orang yang lebih menghargai hidup lagi.

Untuk pemuda berpuisi lainnya, tetaplah hidup untuk kehidupanmu. Karena kita tidak pernah tahu kemana cerita hidup ini akan berakhir, maka jagalah kesehatan otak dan hati. Sungguh itu bukanlah perkara yang mudah. [aku tahu bagaimana rasanya].
read more “Pemuda Berpuisi”

Award


"Pertama-tama saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, yang menggenggam kehidupan ini dan yang Maha menjadikan segala mimpi menjadi kenyataan. Tidak lupa pula saya mengucapkan terimakasih kepada orang tua atas kasih sayangnya yang tulus, kepada Tom yang setia mengajarkan saya tentang kehidupan yang realistis, PTPP Management, rekan-rekan sejawat, para IJBOers, kru2 backpacker Indonesia, Wisata Kita, "Ra Mutu Family", alumnus kimia UGM, para guru2, dan dosen tercinta, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang sedikit banyak telah membantu saya dalam menapaki kehidupan selama ini, sekali lagi terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua.

dan penghargaan ini saya dedikasikan untuk semua penulis yang dengan loyalitasnya tetap konsisten untuk merangkai kata-kata dan dituturkan dalam cerita, pengetahuan, pengalaman, hiburan, atau inspirasi yang luar biasa. Viva Writing!!"

*****

oke, mungkin gw lebay.

efek sindrom "Award Pertama" di masa seumur-umur gw nge-blog. hahaha. anyway thanks to Ajenk...


and then... here is the Award for you:
  1. Apisindica
  2. Miranda
  3. Childish
  4. Sinting Maut
  5. Andie Buytank
  6. Abe
  7. Brilyan Rosario
  8. Karman
  9. Pohon
then here is the short list who has been awarded:
  1. Mas Doyok
  2. Rizky
  3. kupu.miss.oemang
  4. shulayman
  5. imenoreh
  6. Juragan jengkol menuntut balas
  7. cilpilicious
  8. Enno
  9. Ajenk
  10. Queeniie Angela
congrats guys! keep writing then!!


*fyuuhh.. copas link bikin gw lemeessss...*
read more “Award”

Tuesday, September 8, 2009

Bendera Putih. Berakhirkah?


Ya. Sekali lagi biarkanlah aku sejenak untuk kembali merengkuh kenangan lalu tentangnya. Kenangan yang jejaknya begitu jelas terlihat hingga sekarang. Bukan karena aku tidak ingin membuangnya dan mengakhiri semua yang harus diakhiri, tapi kenangan itu sepertinya begitu setia mengikuti ku di sudut hati yang tersimpan tentang cinta pada sesosok makhluk Tuhan bernama Adam.

Lalu apakah aku bahagia karena selalu dibayang-bayangi berbagai kenangan itu? Di tengah kenyataan bahwa harapan tentangnya telah menguap tanpa bekas. Telah bertransformasi menjadi sebuah kata bernama "kenangan".

Tentunya, ini bukan tebakan yang susah untuk kalian. Karena pastinya aku akan menjawab "Ya. Aku bahagia". Walaupun entah sampai kapan mereka mengikutiku. Walaupun entah apakah ini ide yang baik atau buruk kah dalam kaitannya dengan melanjutkan hidup jika mereka yang bernama kenangan itu selalu mengikutiku.

Sekali lagi, aku tidak ingin berdebat. atau berspekulasi.

Toh, karena aku telah berjanji untuk tidak mengganggu hidupnya. Biarkanlah aku tetap mencintainya dalam diam. Diam atas ketidakinginan ku untuk menuntut janjinya tentang hidup bersama. Diam atas kekecewaanku yang begitu dalam. Diam atas seluruh rindu yang kini tidak bisa lagi aku katakan.

*****

Pernah suatu saat aku begitu ingin men-dial nomor handphonemu. Ingin bercerita bahwa aku baru saja mengalami cerita yang unik dalam penggalan hidupku dan kemudian kita tertawa bersama.

Pernah juga suatu saat, aku ingin mengetikkan beberapa kata hanya sekedar berkata "Hai, apa kabar?"

Di lain waktu, ingin rasanya terbang ke kota itu dan tiba-tiba sudah berada di depan pintu rumahmu dan berkata "Aku gak sengaja lewat sini. Boleh aku mampir?"

Dan entah berapa skenario lainnya yang terpikir hanya untuk mengetahui kabarmu.
"Apakah kamu merasakan hal yang sama denganku? Kehilangan?"

Tapi mungkin lebih baik aku tidak pernah bertemu lagi dan memiliki kesempatan untuk bertanya seperti itu. Karena sesungguhnya aku tidak akan pernah siap mendengar jawaban "Tidak" darimu.

*****

Huff... ternyata, sudah lama aku melalui hari-hari tanpa ada lagi tawa bersamamu. Aku bahkan terkejut entah dengan kekuatan apa hingga aku masih bisa berdiri seperti sekarang. Terkejut karena kemudian aku akhirnya bisa mengatakan dengan penuh senyum bahwa "Kami mungkin tidak bisa bersama lagi".

Hanya saja, jangan pernah memintaku untuk berhenti mencintaimu persis seperti berakhirnya kisah kita. Tidak sayang.. Itu bukan kuasaku. Biarkan apa yang tertinggal di sini diambil sendiri oleh pemilikNYA.

Aku berjanji tidak akan menarikmu kembali pada cerita yang pernah kita ciptakan bersama. Dan tidak ingin membenanimu dengan aku yang belum jua lupa tentang kamu. Dan jika nanti (entah kapan) DIA mempertemukan kita, maka aku akan pura-pura lupa bahwa kita pernah punya cerita yang luar biasa. Pura-pura lupa bahwa masih ada cinta yang tersisa untukmu. Yah, mungkin dengan begitu, akan jauh lebih baik untukmu. Menganggap bahwa aku telah dengan sukses melanjutkan hidup tanpa dirimu dan berbahagia dengan hatiku yang baru.

*****


*dan entah kenapa Dido dengan White Flagnya menjadi begitu menyentuh terdengar saat ini*
read more “Bendera Putih. Berakhirkah?”

Monday, September 7, 2009

Harga Blog


Pagi ini iseng ngecek blog sendiri. sapa tau hits counternya nambah. syukur-syukur ada yang meninggalkan jejak di shout mix atau posting... hehehe *ngarep mode on*

dan... voila!

Ternyata hits counternya lumayan banyak nambah. dipantau dari hits counter dan live traffic. plus ada juga yang akhirnya bersedia meninggalkan jejaknya di kolom shoutmix. fyuuhh... *kalau sudah gini berasa fakir komen banget ya gw?* hahaha.

Then, setelah aktivitas sana-sini, nemplok sana-sini di blog-blog orang-orang, akhirnya gw baca salah satu postingan tentang harga blog. dengan kata lain kalau dilihat dari jaringan, jumlah posting dan pengunjung, ada suatu web yang bakal menilai blog lu seharga berapa. gw juga gak tau seberapa tinggi tingkat validitasnya (ampun dah bahasa gw!) dan se-resmi apa itu web valuer.

Yaahh iseng-iseng berhadiah, iseng-iseng pengen tau harga blog gw, sapa tau bisa dituker sama sebuah rumah lantai 3!
and you know what?? setelah processing selesai ternyata blog gw dihargai >> $3,245.4

Katanya sih :
  1. Daily Pageviews : 150
  2. Daily Visitors : <10
Hahaha... dikit juga ya? ya amppunnn ada2 aja nih web. tapi akhirnya sadar juga sih.. blog gw lumayan menderita.. walaupun gak menderita banget. belum bisa ditukerin rumah berlantai 3 atau sebuah mobil ber-merk nissan XTrail *hayah*
dan walaupun bisa ditukerin, emang ada gitu yang mau beli? hahahahaha.

well..well..well...

jadi flash back ke memori otak gw ke beberapa waktu yang lalu. Ke memori tentang asal mula pembuatan blog ini.

Idealisnya waktu itu, blog ini sebagai media untuk menyalurkan hobi gw menulis yang angin-anginan ini :D

Ya. gw merasa menulis adalah teman yang paling jujur untuk menampung segala cerita di dalam kepala gw.
teman yang gak akan komplain ketika gw harus mengumpat sesuatu, teriak akan sesuatu yang gw gak gak setuju, atau gosipin orang dengan berbagai inisial Mr.X, Miss Y, dan sebagainya *hahaha*
Namun, terkadang menulis juga untuk mengasah nilai sensitivitas gw sebagai wanita yang lebih sering tertutupi dengan embel-embel "independent woman".
dan kenapa blog? kalau jaman SD dulu, gw suka nulis diary. tapi masa' iya jaman udah canggih gw masih nenteng2 diary kemana-mana? kalau blog tinggal gw bawa Nicho (nama hape gw, red.) dan gw bisa cek dari situ, posting dari situ, beres deh!

so.. that's it! maka terciptalah blog ini yang gw sama sekali gak berpikiran akan ada berapa pengunjung, nilai blog gw berapa, bisa mendatangkan uang berapa, posisi berapa dibanding blog lainnya atau hal-hal serupa lainnya.

dan setelah sekarang gw mendapat hasil tentang nilai blog gw, apakah itu lantas mengubah tujuan awal gw nge-blog? hmm.... jawabannya pasti TIDAK!
ya, gw akan tetap menulis untuk diri gw sendiri. kalau bisa menginspirasi orang lain, it will sound great. ada yang mau mengunjungi, I'll say so many thanks, ada yang follow dan menaruh respon terhadap postingan gw, I appreciate so much.

ya, dan gw juga akan tetap menulis ketika harga blog gw menjadi $1,000,000 :)

karena gw selalu suka melihat huruf-huruf itu dirangkai menjadi kata-kata dan kalimat.


read more “Harga Blog”

Tuesday, September 1, 2009

Hujan Membawa Dirimu

"Segalanya seperti mimpi
Kujalani hidup sendiri
Andai waktu berganti
Aku tetap tak 'kan berubah

Aku selalu bahagia
Saat hujan turun
Karna aku dapat mengenangmu
Untukku sendiri"

.......................

Dan hari ini, ijinkan aku untuk bermain dengan kenanganku tentangnya. sedikit kenangan yang masih membuat ku tersenyum hingga hari ini. sedikit kenangan yang masih membuat hati ini terasa hangat ketika mengingatnya.

Oke, katakan saja, pada saat itu karena aku sedang jatuh cinta. Maka, segala hal selalu membuatku tersentuh. Misal ketika diberikan cerita yang nyaris jayus-pun, aku bisa tertawa terpingkal-pingkal, atau mungkin ini, pada saat dirinya merajuk meminta maaf karena membuatku terlalu lama menunggu, juga bisa membuatku geli. ada-ada saja caranya membuatku selalu menyunggingkan senyuman.

Namun kini, ketika ia telah pergi, kenapa selalu saja ada rasa hangat yang tertinggal di sini? yang sama sekali aku belum mampu mengusirnya.

Kata orang-orang, itu adalah cinta yang dalam. Lalu benarkah itu?

Ahh..aku hanya tidak ingin berspekulasi apa-apa. karena ketika aku jatuh cinta dengannya pun, tanpa ada rencana sama sekali. Tiba-tiba. Tidak memerlukan waktu. Bahkan aku tidak mengenalnya sedikitpun. Jadi, apakah cinta ini cinta yang dalam atau tidak? aku tidak akan memperdebatkannya. Biarkanlah saja aku tetap bercumbu dengan kenangan-kenangan itu. Karena itu jauh lebih menyentuhku.

.......................

Lalu, mengapa hujan?

.......................

Dia selalu berkata bahwa hujan adalah salah satu romantisme di bumi.

Ya ya ya, kamu memang tidak salah sayang... Entah kenapa kita selalu punya cerita indah ketika bumi basah oleh hujannya.

Dulu, kita masih sibuk dengan adegan meminggir ke tepian jalan ketika hujan mulai deras. Lalu, dengan sigap kamu membuka jok motor dan memberikanku sebuah jas hujan. Sambil sibuk menata jas hujan di tubuhku, aku melihatmu mulai menggulung celana panjangmu, entah kenapa kamu begitu tidak suka kotor. walaupun sebenarnya tidak ada artinya sih kamu menggulung celana atau tidak ketika hujan sudah luar biasa deras.

"Kamu bagaimana? keujanan banget gak? atau kita menunggu dulu sampai hujannya benar2 reda? udah bener kan kamu make jas hujannya? apa cukup untukmu berlindung di balik punggungku?"

Ya ya ya, pertanyaan-pertanyaan itu yang terlalu sering kamu tanyakan padaku, ketika hujan sudah mulai turun. Tenang, sayang.. toh aku tidak akan selalu sakit ketika harus berhujan-hujanan ria.

Dan aku seperti biasa akan berkata "Aku suka hujan".

Senyum. Ya! kamu lalu tersenyum. dan kemudian dengan sigap kembali mengendarai motor menyusuri jalan-jalan kota itu.

Lalu, esoknya ternyata aku harus sedikit demam karena gejala flu menyerang. Hahahaha. Entah kenapa untuk beberapa hal kamu selalu benar, sayang... :)

.......................


[hampir tak mungkin rasanya akan ada hujan lainnya bersama dirinya]
read more “Hujan Membawa Dirimu”