Showing posts with label Dia. Show all posts
Showing posts with label Dia. Show all posts

Monday, March 15, 2010

Joyeux Anniversaire, Tom


hai, Tom. apa kabar?
aku tahu, mungkin saja kamu tidak akan membaca tulisan ini.
tapi entah kenapa tetap saja aku tulis.

ya, hari ini 15 Maret.

hari yang sama di setiap tahunnya yang memperingati hari lahirmu.

kamu dan entah berpuluh-puluh juta orang di luar sana yang juga dilahirkan pada hari yang sama.


tapi Tom yang aku maksud di sini adalah kamu.

ya. kamu!
orang yang aku kenal entah 3 atau 4 tahun yang lalu.

orang yang pernah ikut memberikan sumbangsih warna dalam kehidupanku.

orang yang kini sepertinya begitu jauh dari jangkauan mata dan tanganku.


tapi apapun cerita yang menyertaimu dalam setiap kenangan yang aku punya,

aku hanya berharap semoga Tuhan senantiasa menjagamu.

menuntun hatimu ke jalanNYA.
diberikan yang terbaik dalam pilihan langkah-langkah hidupmu.

hingga kelak sepenuhnya kamu begitu bertanggung jawab terhadap nafas yang dititipkanNYA.
amin.

oya, tahukah kamu, Tom?
sesungguhnya aku merindukan mu.

bukan dalam ruang lingkup yang "itu".

bukan.

aku hanya rindu melihatmu dalam kemasan yang terbaik.

kemasan yang begitu dekat denganNYA.

kemasan yang mampu menyentuh hangat hati setiap orang.
kemasan yang dengan segala lelucon ataupun idealisme mu,

mampu membuat ku harus membuka segala pengalaman, pengetahuan, atau pun data-data yang tersimpan dalam setiap jengkal memori untuk bisa mengimbangi mu.


atau.... jangan-jangan saat ini kamu sudah berada dalam kemasan itu?

ahh iya... mungkin saja!

karena entah sudah berapa ratus waktu, kita tidak bersua wajah.
atau bertukar kabar.

yah.. apapun peran yang saat ini sedang kau jalani,

aku hanya mampu menitipkan do'a.

sekali lagi, Selamat Ulang Tahun, Tom.

selamat menikmati hidup.






P.S: Maaf, untuk tahun ini hadiah untukmu tidak ada, Tom :)
P.S.S: Tapi pastinya "dia" akan memberikanmu hadiah kan? aku sudah mempercayakan padanya :)
read more “Joyeux Anniversaire, Tom”

Friday, October 16, 2009

Surat Untuk Tom


[Dear Tom..]

Sayang..

Aku tidak tahu, apakah kau akan membaca tulisanku ini atau tidak. Tapi yang pasti, untuk sekarang hanya ini yang dapat aku lakukan agar tetap berhubungan denganmu. Karena seperti apa yang pernah kita sepakati bersama, memang berhubungan secara langsung di antara kita, tidak lagi diperlukan sekarang. Karena aku butuh mengistirahatkan hati, pun begitu halnya denganmu.

Sayang..

Aku tahu mungkin aku tidak lagi boleh memanggilmu dengan sebutan itu. Jangan khawatir, itu tidak akan berarti mengajakmu kembali mengingat kenangan dulu. Panggilan itu hanya sebutan akrab untuk seseorang yang pernah aku sayangi.

Sayang..

Aku sadar, sesungguhnya tidak hanya dirimu yang berbuat tidak adil padaku. Tetapi aku juga, aku pernah berbuat tidak adil dan menyakitimu. Mungkin karena atas dasar disakiti olehmu lah, terkadang apa yang aku lakukan diliputi oleh kemarahan dan kebencian padamu. Ya. Sehingga pada akhirnya kita menjadi sama-sama buruk. Dari yang dulu pernah saling mencintai, hingga kita pernah berada dalam saling ketidakpercayaan dan caci maki. Aku selalu mengira, bahwa kau tidak pernah berpikir bagaimana sakitnya menjadi aku. Aku selalu mengira bahwa kau tidak pernah peduli padaku. Pun aku selalu mengira bahwa kau tidak lebih dari seorang laki-laki berhati jahat. Tapi aku tahu sayang.. Aku salah. Ternyata kau peduli padaku. Ternyata kau juga menyadari bahwa kau telah menyakiti aku dengan luar biasa.

Sampai akhirnya kau bercerita padaku, bahwa kau sudah mendapatkan "hukuman" dari orang-orang di sekelilingmu. Mereka mencecarmu dengan berbagai caci maki. Mereka bahkan menilai berlebihan hingga kau begitu tampak buruk di mata sebagian besar teman-temanmu. Maaf sayang.. Aku tidak tahu jika mereka berlaku demikian. Karena memang tidak ada seorangpun di antara kau dan aku yang mampu menghentikan pikiran orang lain, kan?

Hanya ini kemudian yang mampu aku sampaikan. Maka tolong sayang, dengarkanlah baik-baik..

"Aku ingin memaafkanmu. Memaafkan dengan sebenar-benarnya. Sungguh. akan aku lakukan, sayang.."

Aku akan melupakan semua kenangan buruk tentangmu. Aku akan melupakan sakit yang sudah terlanjur menggores di sini. Aku akan membuat hati yang baru, agar nanti, ya, suatu saat nanti kita bisa bertemu dalam kisah yang lebih baik lagi.

Dan aku pun meminta maaf atas segala marah dan benciku padamu, yang terkadang karena sakit yang aku rasa aku seperti punya toleransi lebih untuk menghukummu. Maaf sayang..seharusnya aku tidak seperti itu.

Toh jika aku berpikir lebih jauh, dari dirimu lah, aku banyak berproses dalam hidup.

Masih ingatkah tentang pelajaran persahabatan yang kau ajarkan padaku? Bagaimana menghargai sahabat? Dan bagaimana menyayangi sahabat? Atau mungkin tentang ini, pelajaran mencintai dan peduli pada keluarga? Lalu bagian yang ini, fokus terhadap pekerjaan dan berencana secara detail?

Dan bagian saat kau memarahiku karena aku begitu terlalu sering memiliki jadwal makan yang awut-awutan, lalu kekonyolanmu yang selalu membuatku tertawa, atau tanganmu yang selalu berusaha meneduhkanku dari terik matahari dan derasnya hujan.

Ah sayang... Baiknya dirimu mana mungkin aku akan tega terus-terusan membencimu? Karena suka atau tidak suka, ada bagian yang luar biasa tentangmu. Dan itulah yang jauh lebih terpatri.

Denganmu lah aku belajar bahagia.
Denganmu lah aku belajar mencintai.
Denganmu lah aku mempelajari realita lain dalam hidup.

Untuk itulah, aku akan memaafkanmu sayang.. Melepaskan semua sakit untuk diambil kembali olehNYA..

Tapi bisakah kau mengijinkanku untuk sekali lagi jatuh cinta? Ya. Aku mulai jatuh cinta dengan menyebut namamu dalam setiap do'a yang aku panjatkan padaNYA. Do'a yang berisi pengharapan untuk menemukanmu kembali dalam kemasan yang luar biasa lagi. Do'a yang berisi pengharapan untuk kau agar selalu diberikan yang terbaik dalam hidup. Do'a yang berisi pengharapan agar DIA senantiasa menuntun hatimu.

Untuk kali ini, tolong jangan marah padaku ya sayang... :)


Best regards,
[Queeniie Angela]



PS: Biarkanlah orang berkata apa tentang kau dan aku. Karena sesungguhnya pemilik cerita yang lengkap hanya aku, kau dan TUHAN kan? Dan biarkan mereka iri akan cerita kita yang luar biasa :)


[siapa Tom? bisa dibaca di sini]
read more “Surat Untuk Tom”

Wednesday, October 14, 2009

Terakhir? (Mungkin)


Akhir pekan ini, saya ingin sedikit menjauhkan diri dari hiruk-pikuk ibukota. Bukan untuk "berlari" lagi, hanya sekedar ingin mengistirahatkan pikiran dari ruwetnya persaingan hidup di jakarta.

Jogja. Saya pilih sebagai tempat untuk berisitirahat sejenak. "Lumayan" pikir saya. Walaupun hanya hari sabtu dan minggu saja, tapi cukup untuk mendapatkan warna baru sebagai semangat sepekan mendatang. Entah kenapa ketika saya menapakkan kaki di Jogja, seolah-olah hidup berada pada fasa slow motion. Tenang, kalem, tidak banyak gejolak dan selalu terasa homy. Ya ya ya, belum ada kota lain yang sukses membuat saya jatuh cinta padanya seperti saya jatuh cinta pada Jogja.

Selain itu, kedatangan saya ke Jogja juga ingin mendapatkan jawaban atas segudang pertanyaan saya tentangnya. Pertanyaan yang terlanjur terrefleksikan sebagai amarah dan benci. Pertanyaan yang sudah terlanjur membuat banyak salah paham terjadi. Saya akui, bahwa saya selama ini terlalu diliputi oleh pikiran sendiri yang justru semakin mengantarkan pada pikiran bahwa Dia--orang yang saya cintai adalah orang yang hanya suka menyakiti. Tidak adil tentunya bagi dirinya jika saya terus-menerus memposisikan dirinya sebagai manusia salah. Maka dari itu, saya ingin menghentikan semuanya. semua sakit, dendam, marah dan benci yang ada. Dan begitulah, saya datang ke sana, bertemu dengannya, berbicara dengannya.

Saya tiba di bandara Adi Sutjipto sekitar jam 7 malam, setelah pesawat delay 40 menit. Tidak berharap banyak bahwa dia akan menjemput, karena sebelumnya dia berkata akan ada latihan futsal jam 7 malam. dan baginya, futsal adalah harga mati yang tidak bisa ditawar atau digantikan dengan kegiatan lain. Namun, ternyata dia menjemput saya. Saya sempat Ge-eR jika dia 'mengorbankan' latihan futsalnya demi menjemput saya, padahal ternyata futsalnya diundur jam 9 malam. Hahahaha! sepertinya karena cinta yang besar padanya sampai bisa berpikir seperti itu, padahal jika ditelisik lebih jauh, saya masih dalam kondisi yang begitu marah padanya lho.. Tapi entah kenapa saya bisa-bisanya berpikir seperti itu. Mudah sekali tersentuh dengan apa yang dia lakukan untuk saya.

Kalimat pertama saya ketika melihatnya kembali setelah 4 bulan berselang adalah "Kok kamu berantakan sekali? Is that you?"

ya. saya tidak bisa menyembunyikan keheranan ketika melihat dia yang dulu-begitu-rapi sekarang benar-benar berantakan. Rambutnya lebih panjang (walaupun tidak sampai melebihi tengkuk sih..), badan yang jauh lebih kurus, baju yang sepertinya nampak asal dia ambil dari lemari pakaian, dan wajah yang kuyu. Tidak ada semangat di sana. Sangat berbeda dengan 4 bulan yang lalu atau selama 2 tahun saya menemaninya. Walaupun tidak begitu bisa dikategorikan pria yang cakep luar biasa, tapi dia selalu tampil rapi. Rambut tidak pernah dibiarkan memanjang dengan berlebihan, kaos atau baju yang dikenakan pun tidak asal, jambang yang terkadang dibiarkan sedikit tumbuh di kedua pipinya memberikan kesan bahwa dia orang yang tegas. Tapi kali ini? dia jauh dari itu semua. Dua kata untuknya "kamu berantakan"

Obrolan kami kemudian berlanjut di sebuah resto steak favourit kami. Ya. Obrolan yang dimulai dengan "Apa kabar?". Kalimat pembuka yang wagu, seperti saya bertemu orang asing. padahal dulu kami begitu dekat. Berceritalah dia tentang kuliah S2 yang sedang dijalaninya. Kehidupannya sehari-hari. Sampai akhirnya pada "kami". Apa yang terjadi antara saya dan dia, apa yang membuat saya begitu terasa disakiti. dan mengapa dia begitu berubah.

"Ceritakan padaku. Ada apa denganmu Tom? kenapa kamu menjadi orang yang sama sekali aku tidak kenal? kenapa kamu begitu tega menkhianati janjimu sendiri? kenapa kamu bahkan tega mengkhianati pelajaran hidup yang pernah kamu berikan padaku dulu? Lihat dirimu sekarang. Apakah kamu masih memikirkan tentang makna hidup?" tanya saya seperti tidak sabar mendapatkan semua penjelasannya.

"Aku tidak tahu, mungkin benar katamu. Aku sudah lupa. Aku sudah lupa bahwa aku dulu adalah orang yang pernah punya pandangan hidup yang lebih tentang menjalani kehidupan yang berkualitas. Aku lupa bagaimana rasanya aku menggebu-gebu untuk berjuang dalam hidup. Aku lupa bahwa dulu aku pernah begitu dekat dengan keluargaku, sahabat-sahabatku, dan aku lupa bahwa aku dulu pernah mencintaimu dengan luar biasa. Yang aku tahu sekarang adalah aku sudah terjebak dalam kehidupan yang tak lagi berpikir tentang makna hidup. pun aku dikelilingi oleh orang serupa yang tidak terlalu mengambil pusing tentang kehidupan esok. bersama mereka aku merasa fun, tidak lagi penting dan peduli mengenai kata orang. hanya ada aku."

"Apa kamu juga sudah lupa bahwa kamu punya Tuhan?" tanya saya dengan hati-hati.

"Ya" jawaban singkat darinya yang membuat saya pada saat itu langsung meneteskan air mata. Betapa saya terlempar akan kenangan setahun lalu, ketika dia menanyakan tentang Tuhan. Walaupun saya bukan orang yang sepenuhnya paham, tapi kami kemudian berdiskusi, belajar dan berproses bersama, sampai akhirnya Tuhan berkenan menyentuh hatinya dan kami bisa berdoa dengan menyebut nama Tuhan yang sama. Di atas semua kenangan saya tentangnya, di atas bagaimana dia mencintai saya, momen "pencarian Tuhan" lah yang paling menyentuh saya hingga kini. Namun kini, apa yang saya temui? dia kembali kehilangan Tuhan. Saya begitu merasa bersedih. Sampai saya tidak peduli lagi jika pada saat itu saya berada di tempat ramai. Dan saya yakin, beberapa pasang mata melihat ke arah kami.

"Sudah. cukup. berhentilah, Angela. apa yang kamu lakukan padaku selama 4 bulan ini sudah lebih dari cukup. Katakan saja, aku sekarang sedang terperosok dalam jurang. tidak hanya kamu tapi semua orang mencoba membantuku keluar dari jurang itu. Bahkan hingga akhirnya yang bertahan cuma dirimu dan sampai kamu pun ingin loncat ke dalam jurang itu untuk menarikku keluar. tapi entah kenapa itu malah menggangguku. karena aku merasa nyaman di jurang itu. Aku tahu betapa celakanya aku. Tapi aku tidak tahu bagaimana keluar dan aku tidak tahu kenapa aku merasa nyaman di sana."

Saya terdiam lama. Benar sudah dugaan saya selama ini. Mungkin inilah mengapa kemudian dia kemudian mengkhianati janjinya, menyakiti saya dengan kata-katanya, menyakiti saya dengan pelajaran hidup yang akhirnya dia pungkiri sendiri, atau menyakiti saya dengan bersama wanita lain. Mungkin memang inilah sebabnya.

"Aku sudah mengira sebelumnya. semua perubahan pada dirimu. dan semua usaha untuk membuatmu kembali. bukan semata-mata mencintaiku kembali. Tidak! tapi lebih dari itu. Apa lagi yang akan kamu lepaskan dalam hidupmu, Tom? semua hal yang berharga sudah hampir pergi meninggalkanmu. sahabat-sahabat terbaikmu, keluargamu, kuliahmu, kepercayaan dariku, bahkan kamu meninggalkan Tuhan. dan jika begini, memang bukan lagi ranahku. Aku akan berhenti. Saatnya aku untuk memikirkan tentang hidupku yang 4 bulan ini sering aku lupakan karena aku begitu konsen terhadap hidupmu. Sudah cukup apa yang aku lakukan. Sudah cukup energi yang aku berikan untuk berjuang melihatmu menjadi lebih baik dan diantara semua itu sudah cukup pula aku marah padamu. Aku berhenti, Tom."

"Ya. itulah yang memang harus kamu lakukan. berhentilah berjuang untukku. biarkan aku menemukan jalan kembali sendiri. biarkan aku mempelajari bagian hidup yang ini dengan caraku sendiri. sudah cukup banyak yang kamu lakukan untukku. sudah cukup banyak pula orang-orang yang mengingatkan aku jika mungkin suatu saat aku akan begitu menyesal dengan ini semua. tapi aku siap menerima resikonya. toh, aku yang akan menanggungnya. bukan kamu. bukan orang lain."

"Tapi itulah mungkin sedikit makna mencintaimu, Tom. aku mencintaimu bukan hanya sekedar perasaan antara wanita kepada pria. Aku mencintaimu bukan karena kelebihan yang melekat padamu. Aku mencintaimu tanpa batasan. Aku mencintaimu karena memang ingin mencintaimu. jika aku masih memiliki waktu untuk mendampingimu, akan aku dampingi Tom. dan biarkan kita berproses sekali lagi dalam hidup. karena bagaimanapun aku begitu ingin melihat orang yang aku cintai mendapat tempat yang paling baik di sisi-NYA. tapi pilihan mundur, mungkin memang yang terbaik sekarang."

"Aku tahu bagaimana kamu mencintaiku, Angela. Aku sadar bahwa mungkin suatu saat aku yang akan menyesal seumur hidup pernah melepaskan orang sepertimu. Tapi sayangnya, aku tidak tahu bagaimana cara kembali sekarang. Dan aku mohon kamu jangan salah sangka. wanita yang saat ini sedang bersama ku sekarang, bukan penggantimu. Tidak! mungkin aku hanya merasa fun saja bersamanya."

Saya hanya tersenyum mendengarnya berkata seperti itu. tidak ingin lagi merasa percaya diri dengan perkataannya seperti itu. Yang ingin saya lakukan sekarang, hanyalah ingin berpasrah diri saja padaNYA--sang Sutradara Hidup. Saya hanya ingin punya Tuhan sekarang. Mengobati hati yang terlanjur terkoyak dan tetap memenuhi bibir ini dengan rasa syukur padaNYA. karena sekali lagi saya diberikan kesempatan menjalani episode kehidupan yang luar biasa, memahami (sedikit) arti mencintai yang tulus, pernah berbahagia dengan begitu luar biasa ketika merasa menemukan orang yang tepat, mengetahui salah dan benarnya dari cara saya mencintai, termasuk di sana adalah berproses bersamanya. Dan biarkan Tuhan yang kali ini bertindak apa yang terbaik untuk saya dan dia. Apakah saya akan tetap mempertahankan cinta ini? Atau kemudian langsung membumihanguskan? Apakah saya akan tetap punya harapan bersamanya? Apakah dia menjadi orang yang lebih baik lagi dan kemudian meminta saya kembali? Atau dia akan benar-benar terlepas selamanya? Tidak ada yang tahu. Biarkan Tuhan yang menentukan. Dan memang hanya DIA yang tahu apa yang terbaik untuk hambaNYA.

*****

[SMS delivered. 06.45 PM]
"hanya ingin kasih kabar, kalau aku sudah sampai di Jakarta. Alhamdulillah dengan selamat...
Selamat hidup yg bahagia. Selamat menjadi lebih baik lagi. Doakan aku jg ya, supaya bisa hidup bahagia, sabar, ikhlas, dan kuat."

[1 New Message Received. Tom. 6.50 PM]
"Alhamdulillah... semoga km jg bisa menemukan kebahagiaanmu. Maaf atas semuanya dan terimakasih untuk semua hal yang kamu lakukan buat aku. Sampai jumpa."

*****


[dan kini, biarkan aku mencintaimu dalam Do'a]
read more “Terakhir? (Mungkin)”

Monday, October 5, 2009

Saya Lupa, Jika Saya Kaya


Pagi ini rencananya saya hanya ingin mengawali hari yang biasa, seperti senin sebelumnya ketika saya harus kembali beraktivitas dengan urusan kantor, yang berbeda, mungkin senin ini sedikit lebih sibuk, karena saya harus menyelesaikan 8 buah laporan penelitian yang baru saya kerjakan setengahnya saja.

Pagi ini rencananya juga, saya hanya ingin merasa bahagia, dan berjanji tidak akan kalah lagi dengan tangis yang tak kunjung kering. Oh..katakan saja akhir-akhir ini saya jauh lebih sensitif daripada sebelumnya. Itulah mengapa terkadang saya masih merasa sesak sendiri dan terus-menerus berlari jauh. Ya. hingga sekarang, saya meyakini bahwa "berlari" cukup ampuh untuk tidak menyisakan tempat bagi ingatan yang menyeret saya kembali dalam pikiran "pengkhianatan". Walaupun saya tahu, saya tidak akan bisa terus-menerus "berlari". bukan ini yang akan menyelesaikan tambalan di hati yang sudah terlanjur tercerai berai.

Namun, apa yang kemudian terjadi di pagi ini justru berkata lain. Sekali lagi, keteguhan hati saya untuk melihat dia dan hatinya yang baru, kembali diuji.

Dulu, saya pernah memanggilnya dengan sebutan yang sama yang saat ini dilakukan oleh hati yang baru. dan dulu pun, dia melakukan hal yang demikian, memanggil saya dengan sebutan yang sama yang saat ini dia lakukan padanya, hati yang baru.

Saya yakin, Anda tahu persis bagaimana rasanya ketika hal itu terjadi. Ketika seseorang yang begitu Anda kasihi memperlakukan Anda dengan tepat. Saya pada saat itu seperti merasa menemukan orang yang komplit. Rasa yang ditawarkan membuat saya merasa tidak pernah cukup untuk terus memintanya berulang kali. Rasa yang ditawarkan membuat saya bersedia untuk mendampinginya dan berlari bersamanya melintasi "padang mawar berduri". Ya. Dulu sekali, saya merasa bahwa diri ini seperti seorang "Ratu tanpa Hati" . hanya duduk di singgasana dan tidak ingin turun walaupun begitu banyak pangeran berkuda putih yang lengkap membawa hantarannya. Namun tidak. Saya tidak bergeming. Dan akhirnya datanglah dia, dia yang saat ini telah memiliki hati yang baru. Dia membuat saya merasa yakin untuk berlari bersamanya dan meninggalkan segala atribut "Ratu tanpa Hati" itu. Dengannya saya diajak berlari, menelusuri setiap sudut padang mawar berduri itu. Katanya "Mengapa saya harus takut? karena mawar memang tercipta bersama durinya, tetapi bukan berarti dia hadir untuk melukai. Dia hadir untuk pelengkap fatwa para pujangga"

ya ya ya, dia benar. pada saat itu. dan lalu "Boomm!" hancurlah sudah. semuanya. hilang tidak berbekas lagi.

Jangan tanyakan berapa kali saya terjatuh dan bangkit kembali. Jangan tanyakan pula seberapa sering mata ini basah dan mengering lagi. Jangan jua tanyakan bagaimana rasanya, karena saya sudah kehabisan kata untuk menjelaskannya.

Dan kembali pada pagi ini, ketika hari menawarkan cerita lain pada saya. kembali menguji apakah saya benar-benar sudah siap atau belum.

Ya. Terkadang sesak yang terlalu saya rasakan di hati ini membuat saya lupa pada hal-hal yang sudah saya raih dan saya genggam sekarang. pada banyak keajaiban yang saya terima. pada anugerah yang Tuhan berikan. pada nafas yang masih bersarang di tubuh ini. saya lupa karena saya terlalu banyak bersedih. saya lupa untuk apa saya begitu memikirkan perjuangan jika dia tidak pernah memikirkan sedikit pun tentang mempertahankan saya. dan saya lupa bahwa saya bisa berbahagia dengan cara yang jauh luar biasa pantas saya dapatkan dibanding apa yang pernah dia tawarkan sebelumnya. ya, saya mungkin terlalu percaya diri untuk mengatakannya, tapi dia baru saja membuang emas berharga yang langka. yang mungkin tidak akan pernah ditemukan lagi di hati yang mana saja. meskipun begitu, saya akan tetap mempersilahkannya untuk pergi. jika memang dia ingin mencoba rasa yang baru. ingin mengumpulkan petualangan sebanyak-banyaknya untuk memuaskan hasratnya. pergilah. karena saya tidak akan menghalanginya. karena sesungguhnya apa yang sudah terlepas, hanya akan ada 2 kemungkinan; terlepas selamanya atau akan tergenggam kembali.

dan jika pada akhirnya sampai tergenggam kembali, tolong katakan pada dunia bahwa apa yang saya katakan selama ini padamu adalah benar.

*****


[selamat memulai petualanganmu, musafir cinta.. saya di sini. di singgasana ini. mengamatimu.]
read more “Saya Lupa, Jika Saya Kaya”

Friday, September 25, 2009

Hadiah Lebaran Tuhan


Bulan itu telah meninggalkanku. Meninggalkanmu. Meninggalkan kita semua.

Baru kemarin rasanya begitu banyak ritual pagi dan malam hari yang dilakukan untuk bermunajat kepadaNYA. ritual yang jika benar dilakukan maka kedekatannya padaNYA seperti hanya sejengkal saja. dan tentunya untuk berjalan ke arah sana, tidak akan pernah mudah sama sekali. Ya. Kemenangan di bulan itu sesungguhnya susah diraih.

Terlempar akan ingatanku tentang coletahan sepupu kecil yang menginginkan hadiah tertentu jika puasanya penuh selama bulan ramadhan kali ini. Ya. Tradisi lama untuk memberikan iming-iming kepada buah hati agar tertarik untuk belajar berpuasa. Baju baru lah. Sepeda baru lah. Jalan-jalan ke tempat eyang. Ahh..sepertinya sepupu kecilku itu punya banyak permintaan sebagai hadiahnya. Namun tak apa, membahagiakannya atas prestasi yang dicapainya kali ini, dapat diberikan batas toleransi yang sedikit lebih lebar dibanding biasanya.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang mungkin secara finansial berada dalam kondisi kurang beruntung di luar sana. Apa yang mereka inginkan di penghujung bulan itu? Baju Baru? Kue Lebaran? Atau sesuatu yang kasat mata? Keberkahan sesungguhnya?

Sepertinya mereka bahkan tidak perlu meminta. Karena Tuhan telah menggariskan bahwa bulan itu adalah berkah untuk mereka. Beberapa kewajiban baik di bulan itu memang dikhususkan untuk mereka. Atas nama berbagi. Maka berharap bahagia akan dirasakan bersama. Yang memberi dan menerima.

Dan tahukah kalian? bulan itu memang selalu menyisakan cerita yang luar biasa. Entah kenapa sepertinya roda hidup berputar dalam jalur yang lebih harmonis. Ya. Atas nama sedang berpuasa maka kemarahan akan teredam, tangis akan tertunda, benci akan melamur, dan sakit akan terlebur. Karena jika tidak, maka esensi puasa hanya terbatas pada menahan lapar dan haus. dan sesungguhnya bukan sedangkal itu kan entitas berpuasa?

Dan baiklah. Mari bercerita tentangku sekarang.

Apa yang kemudian aku inginkan pada bulan yang luar biasa itu.

Aku ingin.. Hati Yang Baru.

Hati yang mampu melanjutkan hidup dengan kepala tegak. kaki yang tidak lagi pincang, dan luka yang sudah tertambal. Berharap tidak ada lagi umpatan kekecewaan tentang tuntutan atas janji-janjinya, marah atas ketidakadilan akan konsep cinta yang tulus atau perjuangan tanpa batas. Tidak! Tidak! Sudah cukup semuanya kemarin sayang... Aku ingin kembali berdiri tegak dan memenangkan atas perang melawan sesuatu yang paling aku sayangi. Lelah mu untuk menabuh genderang perang, sama lelahnya seperti aku mendengar suara gemuruhnya. Sudahlah sayang.. mari kita memulai semuanya dengan hati yang baru. Aku berjanji akan menepiskan segala benciku padamu. dan berjanji akan menarik sedikit demi sedikit segala tuntutan padamu, agar kau segera bebas dari cap sebagai makhluk Adam yang tak berhati yang suka menyakiti.

Dan apa kata Tuhan mendengar pintaku yang ini dan pintaku lainnya?

Hmm....maafkan kawan, aku tidak akan membaginya di sini ^^

Yang aku tahu, bersyukur padaNYA setiap detikpun tidak akan pernah cukup.


[Tuhan, terimakasih....]


******



-Untuk para kawanku, Selamat Idul Fitri 1430 H. Mohon Maaf Lahir Bathin. Semoga KeberkahanNYA akan selalu menemani mu setiap langkah-
read more “Hadiah Lebaran Tuhan”

Tuesday, September 15, 2009

Menanti Dering


“Apa kabarmu?” sapa seseorang sahabat pada wanita yang setiap harinya selalu menampakkan wajah tegar itu.

“Aku? Tidak ada yang berarti. Hidupku terlalu luar biasa normal. Ada apa gerangan? Firasatmu aneh kah?”

“Tidak. Tidak. Aku hanya begitu lama terlalu jauh darimu. Gedung itu terlalu menyita semua waktuku. Hingga tidak ada lagi kata-kata mu yang biasa aku dengar”

“Bukan salahmu. Aku memang sengaja menghilang. Bukan karena membencimu. Tapi aku sedang menyembuhkan luka. Luka yang masih mengoyak sebagian hatiku. Melamurkan mataku dengan butiran tangisan. Dan memincangkan langkahku ketika harus berjalan sendiri”

“Masihkah cerita tentangnya?” Kata sahabat itu dengan nada agak tinggi.

Wanita itu terdiam.

“Oh, ‘Cmon.. Harus berapa waktu yang kamu perlukan untuk menghilangkan dia dari pikiranmu? Tidak cukupkah kenangan buruk tentangnya sehingga menjadi alasan untuk berhenti mencintainya?”

“Tidak semudah itu”

“Ya, memang harusnya mudah. Engkau saja yang kemudian tak ingin kehilangan kenangan baik tentangnya kan? Engkau juga yang tidak ingin cap “mudah melupakan” menempel di dirimu, kan? Lalu untuk apa, darling? Sampai kapan kamu akan begini?”

“Aku masih memiliki keyakinan bahwa dia akan datang dan kembali padaku. Untuk sekali lagi.”

“Ya. Untuk sekali lagi menyakitimu. Tidak! Tidak! Just wake up! Berhentilah mencintainya dan lanjutkan hidupmu tanpa pernah lagi bersandiwara bahwa selama ini kau baik-baik saja”.

“Kamu tidak tahu apa yang aku rasakan. Sudahlah.”

“Itu kalimat yang benar-benar menyinggung ku, darling.. Kamu pastinya masih ingat bagaimana si Mawar Merah itu meninggalkan ku?”

Wanita itu lagi-lagi terdiam. Ya. Mana mungkin dia lupa. Ketika dia mendapati sesosok sahabatnya berjuang mati-matian menyelamatkan hati yang sudah terlanjur tercerai-berai.

Waktu itu dia tidak mengerti persis bagaimana rasanya. Yang dia lihat bahwa kehilangan itu sepertinya sakit. Dan berat. Namun waktu itu, tak ada sesuatu pun yang dapat dia lakukan untuk membantu sahabatnya. Karena dia tidak mengenal cinta dan peraturan di dalamnya.

Dan kini… Setelah pemuda yang dianggapnya sebagai Pangeran Berkuda Putih itu meninggalkannya. Semua nampak jelas.

Rasanya. Sakitnya. Marahnya. Kecewanya.

“Lalu apa rencanamu selanjutnya? Hanya diam meratapi sambil terus menahan isak tangis?”

“Sudahlah. Tidak usah dibahas lagi. Aku bahkan berada di sebuah titik yang aku tidak tahu lagi, apakah kini mencintainya adalah suatu hal yang benar atau salah. Mungkin aku akan tetap menunggu namanya yang tiba-tiba muncul di layar handphone ku dan bertanya kabarku, menunggu dia merasa bahwa meninggalkanku adalah sebuah kesalahan, atau menunggu keajaiban lain datang dengan sendirinya”

“Tidak bisakah kau berhenti? Please… jangan menyakiti mu lebih dari ini”

“Sstttt…. Kamu dilarang berkomentar untuk hal ini. Biarkan aku melakukannya lagi. Menunggunya.” Kata wanita itu sambil tersenyum.

Lama mereka terdiam kembali.

Sang sahabat nampak sedang berpikir serius.

“Oke! Kalau begitu lakukanlah jika memang itu sebagai bentuk kesetiaan mu pada cinta. Walaupun sebenarnya aku sudah mulai melihat kebutaan pada mata cintamu. Tapi aku bisa bilang apa, selain aku masih punya pundak untuk berbagi jika memang suatu saat kau sudah lelah untuk menunggunya. Istirahatlah di sini sejenak.”

Wanita itu tersenyum.


*****
read more “Menanti Dering”

Tuesday, September 8, 2009

Bendera Putih. Berakhirkah?


Ya. Sekali lagi biarkanlah aku sejenak untuk kembali merengkuh kenangan lalu tentangnya. Kenangan yang jejaknya begitu jelas terlihat hingga sekarang. Bukan karena aku tidak ingin membuangnya dan mengakhiri semua yang harus diakhiri, tapi kenangan itu sepertinya begitu setia mengikuti ku di sudut hati yang tersimpan tentang cinta pada sesosok makhluk Tuhan bernama Adam.

Lalu apakah aku bahagia karena selalu dibayang-bayangi berbagai kenangan itu? Di tengah kenyataan bahwa harapan tentangnya telah menguap tanpa bekas. Telah bertransformasi menjadi sebuah kata bernama "kenangan".

Tentunya, ini bukan tebakan yang susah untuk kalian. Karena pastinya aku akan menjawab "Ya. Aku bahagia". Walaupun entah sampai kapan mereka mengikutiku. Walaupun entah apakah ini ide yang baik atau buruk kah dalam kaitannya dengan melanjutkan hidup jika mereka yang bernama kenangan itu selalu mengikutiku.

Sekali lagi, aku tidak ingin berdebat. atau berspekulasi.

Toh, karena aku telah berjanji untuk tidak mengganggu hidupnya. Biarkanlah aku tetap mencintainya dalam diam. Diam atas ketidakinginan ku untuk menuntut janjinya tentang hidup bersama. Diam atas kekecewaanku yang begitu dalam. Diam atas seluruh rindu yang kini tidak bisa lagi aku katakan.

*****

Pernah suatu saat aku begitu ingin men-dial nomor handphonemu. Ingin bercerita bahwa aku baru saja mengalami cerita yang unik dalam penggalan hidupku dan kemudian kita tertawa bersama.

Pernah juga suatu saat, aku ingin mengetikkan beberapa kata hanya sekedar berkata "Hai, apa kabar?"

Di lain waktu, ingin rasanya terbang ke kota itu dan tiba-tiba sudah berada di depan pintu rumahmu dan berkata "Aku gak sengaja lewat sini. Boleh aku mampir?"

Dan entah berapa skenario lainnya yang terpikir hanya untuk mengetahui kabarmu.
"Apakah kamu merasakan hal yang sama denganku? Kehilangan?"

Tapi mungkin lebih baik aku tidak pernah bertemu lagi dan memiliki kesempatan untuk bertanya seperti itu. Karena sesungguhnya aku tidak akan pernah siap mendengar jawaban "Tidak" darimu.

*****

Huff... ternyata, sudah lama aku melalui hari-hari tanpa ada lagi tawa bersamamu. Aku bahkan terkejut entah dengan kekuatan apa hingga aku masih bisa berdiri seperti sekarang. Terkejut karena kemudian aku akhirnya bisa mengatakan dengan penuh senyum bahwa "Kami mungkin tidak bisa bersama lagi".

Hanya saja, jangan pernah memintaku untuk berhenti mencintaimu persis seperti berakhirnya kisah kita. Tidak sayang.. Itu bukan kuasaku. Biarkan apa yang tertinggal di sini diambil sendiri oleh pemilikNYA.

Aku berjanji tidak akan menarikmu kembali pada cerita yang pernah kita ciptakan bersama. Dan tidak ingin membenanimu dengan aku yang belum jua lupa tentang kamu. Dan jika nanti (entah kapan) DIA mempertemukan kita, maka aku akan pura-pura lupa bahwa kita pernah punya cerita yang luar biasa. Pura-pura lupa bahwa masih ada cinta yang tersisa untukmu. Yah, mungkin dengan begitu, akan jauh lebih baik untukmu. Menganggap bahwa aku telah dengan sukses melanjutkan hidup tanpa dirimu dan berbahagia dengan hatiku yang baru.

*****


*dan entah kenapa Dido dengan White Flagnya menjadi begitu menyentuh terdengar saat ini*
read more “Bendera Putih. Berakhirkah?”

Tuesday, September 1, 2009

Hujan Membawa Dirimu

"Segalanya seperti mimpi
Kujalani hidup sendiri
Andai waktu berganti
Aku tetap tak 'kan berubah

Aku selalu bahagia
Saat hujan turun
Karna aku dapat mengenangmu
Untukku sendiri"

.......................

Dan hari ini, ijinkan aku untuk bermain dengan kenanganku tentangnya. sedikit kenangan yang masih membuat ku tersenyum hingga hari ini. sedikit kenangan yang masih membuat hati ini terasa hangat ketika mengingatnya.

Oke, katakan saja, pada saat itu karena aku sedang jatuh cinta. Maka, segala hal selalu membuatku tersentuh. Misal ketika diberikan cerita yang nyaris jayus-pun, aku bisa tertawa terpingkal-pingkal, atau mungkin ini, pada saat dirinya merajuk meminta maaf karena membuatku terlalu lama menunggu, juga bisa membuatku geli. ada-ada saja caranya membuatku selalu menyunggingkan senyuman.

Namun kini, ketika ia telah pergi, kenapa selalu saja ada rasa hangat yang tertinggal di sini? yang sama sekali aku belum mampu mengusirnya.

Kata orang-orang, itu adalah cinta yang dalam. Lalu benarkah itu?

Ahh..aku hanya tidak ingin berspekulasi apa-apa. karena ketika aku jatuh cinta dengannya pun, tanpa ada rencana sama sekali. Tiba-tiba. Tidak memerlukan waktu. Bahkan aku tidak mengenalnya sedikitpun. Jadi, apakah cinta ini cinta yang dalam atau tidak? aku tidak akan memperdebatkannya. Biarkanlah saja aku tetap bercumbu dengan kenangan-kenangan itu. Karena itu jauh lebih menyentuhku.

.......................

Lalu, mengapa hujan?

.......................

Dia selalu berkata bahwa hujan adalah salah satu romantisme di bumi.

Ya ya ya, kamu memang tidak salah sayang... Entah kenapa kita selalu punya cerita indah ketika bumi basah oleh hujannya.

Dulu, kita masih sibuk dengan adegan meminggir ke tepian jalan ketika hujan mulai deras. Lalu, dengan sigap kamu membuka jok motor dan memberikanku sebuah jas hujan. Sambil sibuk menata jas hujan di tubuhku, aku melihatmu mulai menggulung celana panjangmu, entah kenapa kamu begitu tidak suka kotor. walaupun sebenarnya tidak ada artinya sih kamu menggulung celana atau tidak ketika hujan sudah luar biasa deras.

"Kamu bagaimana? keujanan banget gak? atau kita menunggu dulu sampai hujannya benar2 reda? udah bener kan kamu make jas hujannya? apa cukup untukmu berlindung di balik punggungku?"

Ya ya ya, pertanyaan-pertanyaan itu yang terlalu sering kamu tanyakan padaku, ketika hujan sudah mulai turun. Tenang, sayang.. toh aku tidak akan selalu sakit ketika harus berhujan-hujanan ria.

Dan aku seperti biasa akan berkata "Aku suka hujan".

Senyum. Ya! kamu lalu tersenyum. dan kemudian dengan sigap kembali mengendarai motor menyusuri jalan-jalan kota itu.

Lalu, esoknya ternyata aku harus sedikit demam karena gejala flu menyerang. Hahahaha. Entah kenapa untuk beberapa hal kamu selalu benar, sayang... :)

.......................


[hampir tak mungkin rasanya akan ada hujan lainnya bersama dirinya]
read more “Hujan Membawa Dirimu”

Monday, August 10, 2009

Berdamai dengan Takdir


Raut wajah itu masih sama. Persis sejak pertama kali, waktu mengantarkanku pada perjumpaan.
Ia tidak pernah berdusta tentang ketulusannya menemani. tentang keindahan yang dibawakannya. atau tentang cinta yang dikenalkannya.
tak satupun yang tak dapat terbaca olehku. semua jelas terlihat.

begitu pula saat ini, ketika perih itu menyelemutinya.
aku tahu. aku teramat-sangat-mengerti.

Namun kali ini, tidak ku pinta ia untuk berdusta, tidak pula ku pinta ia untuk bercerita perihnya.
Aku hanya diam. sambil membiarkan diriku untuk hidup sejenak dalam siluet langkah kami.
langkah-langkah saat kau mengijinkanku tertawa karena cerita-cerita lucumu. membiarkanku merona merah ketika kau ucap kata sayang itu. lalu kau pura-pura merajuk ketika menungguku terlalu lama. kau begitu marah ketika aku tidak menjaga kesehatanku. atau ketika kedua tanganmu berusaha keras hanya untuk meneduhkanku dari tetesan hujan.
ahh...seperti baru saja terjadi kemarin. semua tampak nyata. semua masih terasa hangat.

namun apa yang terjadi ketika aku menantang sang waktu?
bukan ia yang kemudian tunduk dan mengalah, lalu memberikanku sedikit kesempatan.
tapi aku yang kemudian diantar ke masa ini. masa yang mengharuskan mata dan jiwaku untuk terjaga kembali.

aku menghela nafas. sambil membiarkan orang-orang berlalu-lalang seperti penonton untuk drama kehidupanku kali ini.
aku terdiam lagi. aku hilang.
kehilangan lebih tepatnya.
kehilangan berjuta kata yang mungkin telah ikut menguap bersama asa yang telah sebelumnya beranjak pergi.
semuanya telah secara perlahan dan pasti meninggalkanku bersama tetesan peluh perjuangan dan tangis bahagia.

Mungkin memang ini saatnya, untuk akhirnya menikmatimu dalam indah dan mendekapmu dalam kenangan.
Tidak! aku tidak akan mencaci-maki dirimu. tidak pula aku menuntut Tuhan.
karena mungkin inilah yang dikatakan anugerah.
berdamai dengan takdir.

kelak, aku akan hidup kembali. dengan nafas baru dan kedua kaki lagi yang akan siap menjejakkan tubuhku dengan tegap berdiri.
bukan untukmu. bukan juga untuk mereka.
hanya demi hati yang pernah terlengkapi. atau demi nafas yang kembali bersarang di tubuhku.

-----


[aku berjanji]
read more “Berdamai dengan Takdir”

Wednesday, August 5, 2009

Mimpi Itu Mencuri Malamku

Entah mengapa Tuhan kemudian memberikanku mimpi semalam. Gambaran tentang aku, hatiku dan jiwaku yang menjadi seseorang yang tidak belajar arti ikhlas.



Dalam mimpi itu, aku melihatnya telah bersama seseorang yang akan menjadi teman hidupnya.

Pernikahan.

Ya, itulah yang aku lihat.

Lalu bagaimana dengan aku? Aku tetap sendiri. Tetap mencintainya. Tetap ingin berbagi dengannya tentang semua kisah kehidupan. Tertawa, bercerita, merawatnya ketika ia sakit, menjadi “penasehat” untuk berbagai kebimbangannya, dan menjadi teman yang selalu ada.

Tapi ternyata, ….Aku sakit. Ya, itulah aku yang ada dalam mimpi itu.

Aku tidak rela ada seseorang yang merasa paling tahu tentang apa yang dibutuhkannya. Aku tidak rela ketika ia berkeluh kesah, bukan aku yang dituju. Aku tidak rela ketika ia mencetak kehidupan yang berkualitas dan yang di sampingnya, bukan aku. Aku cemburu. Aku merasa sakit. Aku menuntut atas semua janji yang pernah ia ucapkan dulu.

Dalam mimpi itu, aku terus mengganggu kehidupannya. Memasuki kehidupan yang mana aku tidak diperkenankan berada di dalamnya. Merongrongnya dengan berbagai kenangan yang aku dan dia sempat miliki. Mencecarnya dengan berbagai tuntutan atas janji-janji yang sempat ia tuturkan dahulu. Berharap bahwa ia akan memutar arah hidupnya dan kembali padaku.

Tuhan… Aku jahat. Aku benar-benar jahat.

Mungkin ini terdengar klise, berlebihan, toh mimpi hanya bunga tidur. Tapi tidak denganku. Mimpi itu kemudian menyadarkanku sesuatu. Bahwa cepat atau lambat, aku harus belajar ikhlas. Ikhlas pada kemungkinan bahwa aku tidak bisa bersamanya. Ikhlas memaafkannya. Ikhlas untuk rasa cinta yang luar biasa ini untuk hilang dan menjadi kenangan indah, tanpa ada yang tersakiti. Karena aku benar-benar takut akan menjadi orang yang binasa karena cinta. Tentu, jika pada saat itu terjadi, aku benar-benar akan termasuk golongan yang merugi.


----


-berharap tidak ada lagi mimpi serupa yang mencuri malamku kembali-
read more “Mimpi Itu Mencuri Malamku”

Thursday, April 16, 2009

"amnesia"kah dia?


yup, hal itulah yang saya tanyakan pada seseorang. seseorang yang sikap dan tingkah lakunya sudah saya hapal mati. cara dia berkomunikasi, berpikir, tertawa bahkan marahpun sepertinya sudah memiliki semacam pola yang kuat dalam ingatan saya.

sangat disayangkan, karena saat ini, saya tak "mengenal"nya lagi.
otak saya tidak mampu mencerna "pola"-nya yang baru.
saya asing dengannya.
saya bahkan harus mengenalkan diri saya kembali, siapa saya sebenarnya bagi dirinya.
saya bingung.
saya terkejut.
saya bersedih.
saya kehilangannya.

entah beragam cara telah saya tempuh,
agar dia kembali berada pada pola-pola yang dulu
tapi sayang, tak satupun berhasil saya lewati.
dia tetap tidak bergeming dari tempatnya sekarang.
berbagai tanya tentangnya pun hanya menguap sia-sia.
saya benar-benar kehilangan akal.
saya tidak tahu harus bagaimana lagi.

andai saja tidak perlu mengenalnya, mungkin itu akan lebih baik buat saya.
read more “"amnesia"kah dia?”