Wednesday, December 9, 2009

Kebisuan Yang Nyata


ini mungkin kali pertama saya mengunjungi Film Festival. namun tidak berarti kali pertama pula saya mencoba menikmati film bergenre festival - film yang dalam versi saya, lebih banyak keluar dari pakem yang sudah ada.

yang saya sukai dari film-film ini adalah sisi sinematografinya. sangat khas dengan permainan zoom-in dan zoom-out untuk suatu fokus obyek. selain itu, setiap scene-nya terkadang berlompatan tidak beraturan, muncul berbagai macam simbol, dialog yang tidak biasa dengan makna yang tersirat hingga membebaskan setiap penikmat film untuk berasumsi dengan pikirannya masing-masing.

salah satu yang saya sempat nikmati beberapa waktu yang lalu adalah "Winter Silence". suatu film yang terpaksa ditonton karena saya kehabisan tiket "Home", "Mammoth" dan "Coco Avant Chanel".

film dalam bahasa Belanda yang mengetengahkan tema tentang perjuangan seorang janda yang harus berjuang hidup bersama keempat putrinya ini, merupakan salah satu film yang paling sulit untuk dimengerti sepanjang sejarah saya menikmati suatu karya bernama film.

oke. katakan saja, mungkin karena latar belakang saya yang memang kurang pengetahuan akan film, tapi saya bisa menjamin bahwa film ini bukan diperuntukkan bagi orang awam. film yang lahir lebih sebagai buah idealisme dari sang sutradara dibanding pemenuhan kebutuhan akan selera pasar.

dan baiklah. biarkanlah saya di sini mencoba sedikit bertutur tentangnya sesuai yang mampu ditangkap oleh indera saya.

Winter Silence.

dengan durasi 70 menit dan alur yang sangat-sangat lambat, saya dipaksa untuk bersabar menunggu hingga akhir dan kemudian mengumpulkan potongan-potongan puzzle dalam scene yang benar-benar minim dialog. ya, tampaknya sang sutradara paham betul akan judul yang diusungnya "Silence", jadi ketika ada dialog pun hanya berupa kata-kata singkat yang selalu direpetisi.

ya. repetisi dan seragam.

sepertinya itu tema sinematografi dari film ini. dialog singkat yang diulang-ulang. dan gerakan keempat wanita yang seragam. ketika menjahit, maka secara bersamaan akan mengangkat tangan kanan dengan serentak, begitu juga ketika melakukan aktivitas mencuci, menjemur pakaian, memintal benang, dan membuat kue. semuanya dilakukan dalam gerakan yang seragam.





selain itu, ada beberapa simbol yang hingga akhir saya tidak mengerti mengapa simbol ini dipilih dalam film. entah karena faktor historis dari negeri Belanda tersendiri atau sekedar imaji dari sang sutradara. satu yang pasti, saya merasa ada beberapa simbol yang justru tidak berarti apa-apa. salah satunya tentang seorang pemuda yang berseragam jubah putih ala kaum mongol dan membawa cambuk. muncul beberapa kali dalam film. tapi tidak ada keterangan apa-apa tentangnya dan hingga akhir cerita pun tidak diketahui kemana rimbanya. (dan maaf saya tidak bisa memperlihatkan gambarnya di sini, mbah google sepertinya belum memasukkan dalam list gambarnya)

kemudian tentang (katakan saja) teror "manusia-manusia rusa" yang sering mencuri ketenangan di malam hari. mengapa sang sutradara memilih manusia rusa? saya tidak tahu.


yang jelas, pada akhir cerita, manusia-manusia rusa ini akhirnya menculik keempat anak gadis ibu itu. dimana menculik di sini, saya dengan bebasnya mengartikan sebagai menikahi putri-putri ibu tersebut sehingga sang ibu tidak lagi merasa berat dalam menghidupi keluarganya semenjak sang ayah meninggal.

kenapa saya mengartikan begini, karena pada akhir cerita, di setiap tempat tidur keempat putri-putrinya, sang ibu mendapatkan tanduk rusa di sana, dan sang ibu bukannya kaget mendapati anak-anaknya "menghilang" tapi malah tersenyum bahagia.

ya. sebenarnya cerita film ini sangat sederhana, tentang bagaimana seorang janda dan keempat putri gadisnya tetap berjuang untuk hidup sepeninggal sang ayah. kesedihan ketika harus menerima kenyataan itu, kemudian mendapati putri-putri yang beranjak dewasa yang secara hormonal telah memiliki keinginan untuk "ber-ulah" dengan para pria.

dari segi cerita lainnya, di dalam film ini turut menghadirkan visualisasi tentang mitos atau tradisi dari penduduk Belanda yang sibuk dengan gaya hidup di pegunungan salju atau tradisi pemakaman dan berkabung yang jarang saya lihat. unsur katholik juga sangat melekat pada film ini. yang pasti, di tengah berbagai unsur yang membingungkan di dalamnya, film ini berhasil memperoleh penghargaan sebagai "Best Sound Netherlands Film Festival", yang saya pikir penghargaan ini kira-kira diperoleh dari suara-suara angin, salju yang berjalan turun, atau derik pintu dan tapak kaki yang beradu dengan lantai kayu. bukan karena dialognya.

ya, karena film ini benar-benar menjiwai kebisuan yang nyata.


salam hangat,
-Queeniie Angela-



8 komentar:

Asrarudin Hamid said...

Winter silence...
Bagus bangat sepertinya cerita itu film,,,ntar deh..sapa tw ada versi "BAJAKAN" nya..hehhehe

Nice review sist...
LOVE IT

Apisindica said...

hahahaha, saya juga nonton!!!! meski disepanjang pilem saya bersama kedua orang rekan lebih asik cekikikan mentertawakan pelem yang menurut kami aneh. Ditambah manusia tambun yang duduk disebelah kita bertiga yang selalu bilah sssttt, kalo kita lagi cekikikan. dalam hati saya bilang: "bencong, sok serius amat sih, kayak yang ngerti aja).

Tapi ya itulah konsekuensi menonton pelem festival. Saya pernah (sering) menonton, dan yang winter silence itu masih JAUH lebih baik ketimbang "babi buntung ingin terbang" yang juga diputar di jiffest 2009. saya menontonnya tahun lalu, dan saya hanya berkata: JANGAN DITONTON. hahahahah.

soal winter silence, kebersamaan yang aneh. Itu saja yang saya dapat dari sepanjang 70 menit saya cekikikan sambil ngemil popcorn. benar-benar aneh!!

Anonymous said...

actually a lot of perceptions that can be seen from this film, I'm just trying to understand its meaning and enjoy the sound (Best Sound of the Netherlands Film Festival).

Film Festival .... hahaha ... bikin gua ketawa dan berpikir keras buat ngertiin ni film...

Pohonku Sepi Sendiri said...

wah blum pernah nonton.. tapi kayaknya menarik neh.. hehe..

Lina said...

wah...suka sama gaya review filmnya ini. suka. suka. deuh...jadi makin ke JIFFEST aja deh.

itaq said...

ahahahahaha... dari ibu kos sampe germo... sumpah ni pelm bkin ngekek..

Azhar said...

gw belom sempet nonton jiffest...

keabisan tiket mulu...haduuuh :D

Nury said...

kyakakaka... sama bangeeet,,, w barusan nonton tuh film gara2 keabisan tiket "muallaf"

sepanjang film w ma cowok w cekikikan ga jelas karena t'lalu shock sma isi cerita yg bener2 SILENCE...

w pikir, cuma otak w n pacar aja yg ga nyampe sama maksud tu film, coz di studio, semua yg nnton SILENCE smuaaa....

krna t'lalu penasaran sma tu film finally w coba gugling, eh dpt blog lw.. woakakakaka... seru bgt reviewnyaaa... nice post... :))