Kali ini bukan karena ritual khusus atau ramalan, tapi sudah 3 kali secangkir Caramel Machiato diaduk berlawanan arah jarum jam oleh wanita itu. Buih-buih krimnya sendiri sudah berpencar ke dinding gelas, sedang uap panasnya, sudah meninggalkan separuh gelas sejak tadi.
Hari memang masih terlalu pagi, bahkan untuk membangunkan seekor gajah di pelupuk mata. Tapi apa daya jika penerbangan pagi harus dijalani. Kantuk dan setengah kesadaran yang tertinggal di rumah tak urung jadi menu utama sarapan kali ini.
Jalanan juga tak bersahabat. Mungkin wanita tadi berharap, akan ada macet dadakan subuh ini. Entah karena Penutupan Jalan, Demo Massal, Kampanye Pilkada atau Si Komo Lewat, yang penting macet! sehingga ia bisa tidur di taksi lebih lama. tapi Jalan memang bersekutu dengan Takdir pagi ini. Dia masih memiliki 2 jam ke depan, sebelum pesawatnya benar-benar terbang.
"Kursi ini masih kosong kan? Tidak keberatan kan jika kita berbagi meja?" kata suara berat di hadapannya.
Wajahnya menengadah. Sepertinya dia hafal suara itu. Tapi karena ada lampu Cafe menyilaukan pandangannya, tanpa memperhatikan lebih lanjut dipersilahkan Lelaki itu untuk duduk satu meja dengannya.
"Sepertinya kita saling kenal. Bukan begitu?" Si Suara Berat kembali melempar percakapan.
Si Wanita menoleh. dan dia mengiyakan sepenuh hati perkataan Lelaki tadi.
Demi Tuhan, bagaimana dia tidak sampai mengenal Lelaki di hadapannya, jika dulu hampir 2 tahun mereka pernah bersama. dan karena cerita akhir yang agak menyakitkan, maka setelah berapa ribu hari, akhirnya mereka bertemu lagi.
"Hei, Kamu. Tidak menyangka malah ketemu di sini. Nampak semakin langsing saja"
"Ya ya ya, benar-benar mengejutkan bisa bertemu denganmu lagi. dan Kau, makin subur saja. nampak makmur rupanya?" canda Lelaki itu.
"So... apa kabarmu?" tanya keduanya hampir bersamaan.
"Hahahaha. oke, kabarku baik. Tidak kekurangan suatu apapun. malahan harus ketambahan 9 kilo lemak yang hampir sepertiganya terdistribusi di Pipi" jawab Wanita itu sambil balik bercanda.
"Kalau untuk bagian itu tak perlu kau katakan dengan jelas, itu terlalu mudah terbaca olehku. hahahaha. by the way, kamu akan berpergian kemana pagi ini?"
"Hmm.... hanya sedikit urusan dinas ke pulau seberang. Err... bukan tempatmu kok"
"Kenapa kau sangat yakin jika aku masih menempati pulau yang sama seperti dugaanmu?" tanya si Lelaki kemudian.
"Katakan saja: Intuisi. dan hampir seluruh Intuisi ku tentang mu selalu berakhir benar. Bukan begitu?" jawab Wanita dengan angkuh.
"Hahahahaha. kau memang tidak berubah. Berasumsi adalah kegemaranmu yang paling utama. Tapi, ya untuk kali ini aku akui kamu benar. Ya. Aku masih menetap di pulau itu." Jawab Lelaki dengan nada pasrah.
Pembicaraan kemudian berlanjut. Tanpa ada paksaan. Sesuatu yang bersandiwara. Atau olesan bibir belaka.
Keduanya lepas dalam tawa. Mungkin selama ini keduanya memendam kerinduan. Kerinduan berbicara, saling berdiskusi, berdebat hingga harus membuka ratusan buku, atau sekedar mempatenkan diri sebagai 'Orang Konyol'.
Caramel Machiato mungkin satu-satunya benda disitu yang paling kesal. Bagaimana tidak, jika setelah 3 kali diaduk paksa. Diteguk tanpa niat. Hingga kali ini benar-benar uap panasnya telah beku seluruhnya, tetap tak membuatnya diminum sampai tuntas.
Terlalu banyak kata-kata yang berlompatan dari bibir mereka. Itu satu-satunya pandangan yang disaksikan oleh Caramel Machiato. "Dasar Manusia!" rutuknya dalam-dalam.
Perlahan, suara gelak tawa itu menghilang, berganti sebuah pertanyaan dengan nada sedikit serius.
"Jadi, kau begitu bahagia sekali rupanya. Baguslah jika demikian. Aku turut bahagia" tegas Lelaki itu.
"Ya. Aku jauh lebih bahagia sekarang. bukan karena aku tidak lagi membencimu, tapi karena aku memang menginginkan bahagia. Bagaimanapun juga adalah hal yang bodoh jika terus memenjarakan hati dengan luka. Dia berhak bahagia."
"Kamu juga bahagia kan?" tanya balik si Wanita.
"Hmm.. Aku akan selalu mencoba bahagia. Untuk itu kamu tenang saja. Lalu.. apa saat ini kau telah menitipkan hatimu pada orang lain?" tanya sang Lelaki dengan hati-hati.
"Pengalaman mengajariku untuk tidak lagi melakukan Simpan-Pinjam tentang Hati, garansinya tidak ada dan riskan pelanggaran, termasuk di dalamnya penarikan secara paksa Hati yang aku pinjam sebelum jatuh tempo. Jadi, sekarang aku hanya bermain Deposito. Mendepositokan cinta, kebaikan dan kebahagiaan pada tempat-tempat yang aku inginkan. Tanpa perlu was-was akan dicuri atau tercampuri punya orang lain. Ketika aku merasa tidak perlu lagi, tinggal aku tarik dan tutup rekeningnya."
"Lalu siapa yang menjadi tempat deposito terbanyak?"
"Sekali-sekali belajarlah menggunakan instuisimu, Bung. Tebak dia siapa orangnya. Karena kali ini aku tidak akan mengatakannya" jawab Wanita itu sambil membereskan barang-barangnya. karena jika dia tinggal lebih lama lagi di sini, niscaya dia akan kehilangan penerbangan paginya.
"Oya, mungkin sebaiknya kita tidak usah bertemu, karena bisa jadi secara tidak sengaja aku membocorkan Siapa Pemilik Deposito Terbanyak ku. dan itu bukan sesuatu yang baik. setidaknya buatku." lanjutnya kemudian.
"Oke. waktunya pergi, semoga penerbanganmu menyenangkan" si Wanita menyelesaikan kalimatnya, menunggu beberapa detik hingga kemudian benar-benar berlalu dari hadapan sang Lelaki.
Entah si Lelaki mengerti atau tidak, jika hingga hari ini, dia adalah penyimpan Deposito Terbesar.
Tapi, sepertinya dia juga tidak peduli.
read more “Deposito.”